Opini- Tanah kavling desa Kepunten, Tulangan, yang di jual di atas lahan hijau menjadi catatan kelam Sidoarjo. Pembeli tergiur dengan harga murah dengan janji manis pengembang, yang ternyata status lahannya belum kuning. Pantas saja harganya murah. Kuningkan dulu lahannya, baru kavlingnya di jual.
Bukan hanya di Kepunten, kasus yang sama juga terjadi di desa Mojoruntut, Krembung. Terdapat transaksi jual beli tanah kavling yang ternyata lahannya masih hijau. Kenapa bisa begitu. Semudah itu menjual janji palsu. Kecamatan Tulangan belum masuk kawasan RDTRK (Rencana Detik Tata Ruang Kota). Sebaiknya publik hindari membeli tanah kavling di kecamatan yang belum masuk RDTRK.
Tulangan yang di dalamnya ada Kepunten dan Mojoruntut memang sudah diplot masuk ke dalam RDTRK. Namun belum ada penetapan karena menunggu Perda RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) yang baru. Ploating Tulangan masih mengambang karena Pansus RTRW DPRD Sidoarjo dibubarkan akibat rumor anggota pansus yang bermain mata dengan pengusaha.
Pemkab sidoarjo sebenarnya sudah wanti-wanti agar tidak ada penjualan tanah kavling karena rawan masalah di kemudian hari. Tapi tetap saja marak penjualan tanah kavling di daerah ini.
Dari 18 kecamatan yang masuk RDTRK baru 6 kecamatan yakni Prambon, Balongbendo, Sedati, Budura, Wonoayu, Candi.
PT Bambu Kuning menjual tanah kavling desa Kepunten tahun 2016, di atas lahan 5 ha. Berbondong masyarakat membeli kavling seharga Rp 70 juta. Lokasi kavling yang berdekatan dengan Mbah Jaelani, itu laris manis. Masyarakat juga tidak diberi tahu bahwa status lahan masih hijau.
Meski kavling sudah dibeli dan dikuasai pihak pembeli tapi secara Administrasi lahan hijau tidak boleh didirikan bangunan. Nah itu yang buat pembeli jadi kaget dan membatalkan transaksi yang sudah dibayar. Tapi ya.. Nasi sudah jadi bubur. Nasib sudah kepalang ancur...
Cak Hadi