KEDIRI||KABARZINDO.com-Program Studi Kenal Alam dan Lingkungan (SKAL) untuk siswa pendidikan dasar dan menengah masih terus menuai perdebatan hangat di masyarakat. Beberapa insiden kecelakaan yang terjadi di berbagai daerah menimbulkan kekhawatiran tersendiri, terutama di kalangan wali murid. Tak hanya itu, tingginya biaya yang diperlukan untuk mengikuti kegiatan ini menjadi kendala bagi sebagian orang tua siswa, terutama yang memiliki kondisi ekonomi terbatas.
Keprihatinan ini juga menjadi perhatian bagi Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di Kota Kediri, yang meminta Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Kota Kediri, Anang Kurniawan, untuk mengevaluasi kebijakan terkait program SKAL ini.
"Kami menuntut Kepala Dinas Pendidikan untuk mengkaji ulang kebijakan terkait study tour, agar kejadian serupa dengan yang terjadi di Mojokerto tidak terulang," ujar Ketua Sapma Pemuda Pancasila Kota Kediri, Bagus Romadhon, baru-baru ini.
Seperti diketahui, beberapa waktu lalu, sebuah insiden tragis terjadi di Pantai Drini, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta, yang menimpa rombongan siswa SMPN 7 Kota Mojokerto saat sedang melaksanakan outing class. Peristiwa tersebut mengakibatkan tiga siswa meninggal dunia, sementara satu siswa lainnya masih dalam pencarian setelah terseret ombak. Beberapa siswa lainnya juga harus mendapatkan perawatan di rumah sakit.
Menanggapi kekhawatiran tersebut, Kadisdik Kota Kediri, Anang Kurniawan, memberikan klarifikasi. Ia menegaskan bahwa SKAL bukanlah kewajiban bagi siswa dan tidak ada paksaan untuk mengikuti kegiatan tersebut.
"SKAL tidak wajib sebenarnya, toh sebenarnya ada pilihan, sehingga yang mampu monggo, yang tidak mampu tidak, itu sudah kesepakatan di antara pihak sekolah dengan komite dan orang tua," kata Anang saat ditemui dikantornya, Kamis siang (30/01/2025).
Meski demikian, Anang mengaku bahwa pada pelaksanaan SKAL tahun 2024 lalu, ia telah memberikan perhatian khusus kepada pihak sekolah dan komite yang menyelenggarakan kegiatan tersebut untuk meminimalisir potensi risiko yang bisa terjadi.
"Ya umpama ada kerjasama dengan PO (Perusahaan Otobus), harus ada kerjasama dengan jelas, siapa yang bertanggung jawab selama perjalanan, kalau ada kejadian apa-apa dan lain-lainnya," lanjut Anang.
Selain itu, Anang juga menekankan pentingnya memastikan kesehatan sopir dan kelayakan armada yang digunakan. Ia mengingatkan agar setiap armada yang digunakan memiliki kelengkapan yang sah, termasuk nomor polisi (nopol), serta bahwa peserta kegiatan perlu diasuransikan.
"Armada yang digunakan harus lengkap dan memiliki izin yang sah, termasuk dengan PO yang dipilih. Peserta juga harus diasuransikan untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan," tutup Anang.
Reporter:Rohmad