SIDOARJO||KABARZINDO.com– Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur Dr.Kuntadi bersama Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, Dr. Hari Wibowo, S.H., M.H., memimpin Ekspose RJ satu perkara yang dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif, dengan didampingi oleh Aspidum, Koordinator dan para Kasi di Bidang Pidum Kejati Jatim bersama dengan Kepala Kejaksaan Negeri Sidoarjo, Zaidar Rasepta, S.H., M.M., Kamis, di aula kantor Kejari Kabupaten Sidoarjo,(31/07/2025).
Adapun perkara yang disetujui untuk dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif yaitu
perkara Penipuan dan Penggelapan Pasal 372 KUHP berdasarkan keadilan Restoratif dengan tersangka Moch Wahyu Febri diajukan oleh Kejari Sidoarjo,
Kajati Jatim menyampaikan bahwa penyelesaian perkara pidana melalui mekanisme penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif menjadi bukti bahwa negara melalui Kejaksaan hadir di tengah masyarakat menciptakan rasa keadilan dan kepastian hukum melalui penegakan hukum yang humanis, dengan mengutamakan musyawarah dan pemulihan kembali kondisi korban seperti keadaan semula serta mengembalikan pola hubungan baik di masyarakat.
“Melalui kebijakan ini, diharapkan tidak ada lagi masyarakat bawah yang merasa terciderai oleh rasa ketidakadilan. Akan tetapi, perlu digarisbawahi bahwa Keadilan Restoratif bukan berarti memberikan ruang pengampunan bagi pelaku pidana untuk mengulangi kesalahan serupa,” tegas Dr. Kuntadi.
Kisah Wahyu bukan satu-satunya. Data Kejati Jatim mencatat puluhan kasus serupa diselesaikan melalui RJ sepanjang 2024–2025. Dari pencurian susu oleh anak di Situbondo, penganiayaan ringan di Malang, hingga pemakai narkoba di Mojokerto yang direhabilitasi.
Dalam sistem hukum lama, mereka bisa jadi angka statistik di penjara. Tapi lewat RJ, mereka kembali menjadi bagian dari masyarakat, utuh dan dihormati.
RJ atau Restorative Justice bukan berarti hukum lunak, tapi hukum yang adil, empatik, dan menjawab masalah sosial. Seperti kata Kajati Kuntadi, “Hukum harus menyejukkan, bukan menakutkan”.
Dipenghujung kisah mengharukan ini, Kajati Kuntadi menutup pesannya, bahwa wajah penegakan hukum yang cenderung kaku di Jatim, harus dirubah secara humanis.
Peristiwa hukum yang terjadi pada Wahyu, menurutnya, merupakan sebuah pembelajaran dan inspirasi bagi seorang jaksa, untuk mengedepankan mata hatinya dalam penanganan perkara hukum. Sehingga pelaku RJ yang dibebaskan dari jeratan hukum, dapat diterima dengan tangan terbuka sedia kala di lingkungan masyarakatnya.
Reporter:Tri