![]() |
SIDOARJO||KABARZINDO.com- Kematian balita Hanania yang diduga karena korban malpraktek saat berobat di Klinik SM Candi Pari, menjadi perhatian khusus dari anggota dewan hingga digelarnya Hearing, Kamis (28/8/2025)
DPRD Kabupaten Sidoarjo dalam upaya ‘membedah’ pasien bernama Hanania Fatin Majida seorang balita berusia 2 tahun 10 bulan ini,meninggal dunia.
selain berindikasi akibat tidak mendapat pelayanan yang baik, juga diduga menjadi korban malpraktek saat berobat di Klinik Siaga Medika (SM) di Candi Pari, Kec. Porong, Kab. Sidoarjo.
Acara dengar pendapat berlangsung sekitar tiga jam di ruang paripurna ini dipimpin langsung Ketua DPRD Abdillah Nasih, didampingi Wakil Ketua Suyarno, dan Ketua Komisi D, Dhamroni Chudlori. Ikut hadir sejumlah anggota, di antaranya Bangun Winarso, Sutadji dan Pratama Yudhiarto.
Kegiatan ini juga diikuti Hasan Bisri dan Siti Nuraini, orangtua korban maupun perwakilan pihak Klinik Siaga Medika. Selain itu hadir Kepala Dinas Sosial Ahmad Misbahul Munir, dan Plt Kepala Dinas Kesehatan dr Lakhmi Herawati, perwakilan kantor BPJS di Sidoarjo serta pihak Pemerintah Desa Candi Pari.
Dalam kesempatan itu, Cak Nasih, sapaan pimpinan dewan memberi kesempatan semua pihak menjelaskan permasalahan terkait kematian balita Hanania. Diawali orangtua korban, Siti Nuraini, dengan suara parau, dan isak tangis tak terbendung, dia berceritera secara gamblang kronologis anaknya yang hasil lab disebutkan mengalami gejala typus saat berobat ke Klinik SM, yang berakhir dengan kematian saat dirujuk ke RSUD Sidoarjo.
Pihak keluarga merasa tidak mendapat pelayanan baik. Selain kondisi kesehatan anaknya cenderung labil selama dirawat, juga sempat mengalami bengkak di bagian tangan, mulai telapak atas hingga bagian bahu. “Ketika kondisi kesehatan anak saya terus memburuk dengan tangan membengkak, saya minta agar dirujuk ke RSUD Sidoarjo,” kata Nuraini.
Namun pihak klinik dinilai terlambat merujuk anaknya ke RSUD R.T Notopuro Sidoarjo. Alasannya, karena kartu KIS tidak berlaku, sehingga pihak keluarga harus melunasi biaya perawatan dahulu sebesar Rp 3,2 juta. Karena belum bisa membayar, akhirnya disepakati pihak keluarga menyerahkan Kartu Keluarga (KK) sebagai jaminan.
Namun takdir berkata lain. Saat dirujuk kondisi kesehatan Hanania sudah dalam keadaan kritis. Meski tim media RSUD melakukan penanganan, takdir berkata lain. Nyawa balita Hanania, tidak tertolong,--dia menghebuskan napas terakhirnya dengan menanggalkan kedukaan yang mendalam bagi pihak keluarga.
Ironisnya lagi, pihak klinik masih menagih ke keluarga duka atas biaya perawatan, setelah 7 hari kematian balita Hanania. “Saya benar-benar minta maaf. Orangtua siapapun pasti tidak ingin anaknya meninggal,” ujar Nuraini dengan suara parau dan tak kuasa membendung tangis yang menyiratkan rasa duka begitu mendalam.
Sungguh memilukan, bahkan sejumlah auden acara hearing ikut larut dalam kedukaan, termasuk Cak Nasih, Dhamroni maupun Bangun. Mereka tampak ikut tak kuasa menahan ‘kepedihan’ dan beberapa kali sempat menyeka air mata. “Kematian memang sebuah takdir. Namun bagaimana prosesnya, itulah yang coba kita dibedah dalam forum hearing ini,” kata Cak Nasih.
Pihaknya memahami klinik maupun rumah sakit masih ada kecenderungan memikirkan profit, sehingga saat menerima pasien lebih mengutamakan administrasi dan prosedur yang berkaitan dengan pembiayaan. “Padahal nyawa dan kesehatan pasien adalah segala-galanya,” tambah Cak Nasih.
Untuk itu, pihaknya berharap semua klinik maupun rumah sakit di Sidoarjo yang menerima layanan KIS atau BPJS mengedepankan keselamatan dan kesehatan pasien. “Kasus kematian balita Hanania ini menjadi tamparan bagi Sidoarjo. Apalagi setelah 7 hari meninggal, pihak klinik masih menagih biayanya,” tegas Cak Nasih.
Sementara itu Bangun Winarso, Wakil Ketua Komisi D mengatakan sebenarnya klinik maupun rumah sakit di Sidoarjo yang memberi layanan BPJS tidak perlu ribet terkait masalah administrasi maupun prosedur saat melayani pengobatan bagi masyarakat Sidoarjo. Bahkan juga tidak perlu menkonfirmasi apakah pasien mempunyai kartu KIS atau BPJS yang masa aktifnya masih berlaku. “Karena bagi warga Sidoarjo yang berobat ke klinik atau rumah sakit, selama mau dilayani di kelas tiga, maka itu gratis. Syaratnya pasien bisa menunjukkan KTP sebagai warga Sidoarjo saat berobat,” ujarnya.
Untuk kepentingan layanan kesehatan gratis ini, lanjut politikus PAN ini, pihak Pemkab Sidoarjo telah mengalokasikan anggaran bersumber APBD 2025 ini sebesar Rp 114 miliar. “Ini yang harus dipahami semua klinik dan rumah sakit di Sidoarjo. Jadi tidak ada alasan warga Sidoarjo tidak mendapat pelayanan kesehatan hanya karena persoalan administrasi terkait kartu KIS atau BPJS,” tegasnya.
Sedangkan Gus Dham, sapaan politikus PKB ini lebih menyoroti pada subtansi persoalan terkait kematian Hanania yang menjadi perhatian publik. Pihaknya berharap Dinkes Sidoarjo segera melakukan kajian di lapangan, sehingga segera ada kesimpulan, apakah terjadi malpraktek atau tidak terkait kematian balita tersebut. “Inilah subtansi persoalannya, dan harus segera terjawab, terutama apakah layanan klinik sudah sesuai SOP,” ujarnya.
Pihaknya tidak ingin permasalahan yang menjadi perhatian publik ini terus mengambang. Apalagi informasinya mulai ditunggangi pihak-pihak yang mencoba mengambil keuntungan dari perkara tersebut. “Bahkan informasinya sudah ada tawar-menawar, atau istilahnya tek-tekan untuk menyelesaikan perkara ini,” ujarnya.
Menanggapi itu, Plt Kepala Dinas Kesehatan dr Lakhmi Herawati mengatakan pihaknya sudah melakukan kajian di lapangan. Selain mengkonfirmasi pihak-pihak terkait, juga melakukan kajian dari sisi tindakan medis. “Saat ini kami masih belum bisa menyimpulkan. Karena semuanya masih dalam proses kajian di lapangan,” kata Lahkmi.
Pihaknya juga belum bisa memastikan berapa lama yang dibutuhkan untuk melakukan kajian hingga dapat disimpulkan hasil. “Tunggu saja. Kita berharap bisa sesegara mungkin, dan hasilnya pasti kami sampaikan ke DPRD,” ujarnya. “Soal sanksinya, itu bertahap. Bisa mulai teguran tertulis dan pembinaan hingga pencabutan izin. Namun itu juga tidak gampang,” tambah dr Lakhmi.
Reporter:Tim


